Selasa, 07 April 2015

Musim






Aku setaramu, kamu memandang lembut bagian paling sensitifku.. Lensa penaku..
Aku setaramu, menyentuh inti dalam sel otak, ingatanku..
Aku setaramu, di ingatanku kamu meninggalkan jejek nafasmu
Aku masih setara dengan keindahanmu, aku puisi pelukis sejukmu..
Setaraku mengagumimu, bagai daun yang digugurkan musim..
Aku penikmat pergantian musim dalam parasmu,
dan hatiku tetap membualiku untuk menulis sajak ini hingga daun terakhir jatuh ke bumi..
Untukmu..
















Yogyakarta, 8 April 2015

Jumat, 13 Februari 2015

Selembar Kertas Putih (Adaptasi puisi Tengsoe Tjahjono)



Selembar kertas putih, ia tuliskan rasa paling nyata dengan tinta ketidak berdayaan di ujung pena.
Tanpa warna.
Selembar kertas putih, ia peluk berulang kali di halaman yg sama.
Merangkai lusinan tanya dalam genggaman lainnya. Mati rasa.

Selembar kertas putih, berulang kali ia baca.
Di atas selembar kertas putih, ia mengeja setiap kata tak kasat mata.
Meluruhkan hela nafas dengan terbata-bata.
Pada lembar kertas putih, berulang kali ia baca.
Berulang kali ia baca. Ia membacanya.
Telah jatuh airmatanya.

Selembar kertas putih,
Setetes air mata,
Telah gugur di putihnya !

Senin, 09 Februari 2015

Terdesak Rindu


***
Boleh aku berjalan menyusuri hujan?
Dan kemudian datang padamu hanya untuk sebuah pelukan?
Aku lelah jika hanya mencumbu rindu saat petang.
Pulanglah, atau aku yang datang.

Tentang adalah, Kala Senja


*****

Adalah setiap hela nafas yang nyeri untuk berulang kali dilegakan.
Adalah sengaja kutarik paksa di garis yang tak lagi garang pada sebuah perumpamaan.
Adalah bagai Konsonan, ibarat arus udara yang mencari celah, sengaja memilih kualitasnya untuk berpulang.

Jika saja aku masih mencari dimana letak suara bahasa pada deretan angka yang mengadu di udara,
Mungkin, adalah setiap jengkal kemungkinan ragu untuk ditakutkan.
Barangkali, adalah udara yang sengaja ia lumat dan membiarkan cumbu hanya sekedar lewat.

Serupa nada tanpa jeda, meniadakan titik bahkan koma.
Memikat, namun sementara dan tidak terikat kenyataannya.
Begitu juga, Adalah nasehat yang aku peluk diam-diam di pertengahan menuju titik balik cahaya.

Dan, Adalah masih tentang,
Serupa prosa dalam jingga. Aku mendatanginya.
Tentang, ialah sepucuk surat dari Senja,
Yang sering orang bicarakan dioramanya.
Bagiku, tentang tetaplah senja yg itu-itu saja.
Mengagumkan tampaknya, namun sekejap mata,
menelan rasa kala Senja, memaksa ingatan untuk melupakan. Terus berulang.

Tentang adalah,
Kala Senja yg masi itu-itu saja.

Dirayu Malam



Aku sedang dirayu malam, teduh bagai menjanjikan sebuah pelukan.
Seakan malam nawarkan kehangatan.
Sesuatu berbinar di antara kegelapan.
Sering ia berkedip bagai sebuah senyuman, membuatku lupa dimana aku berpijar.

Dalam diam, semakin hening kamu akan merayuku semakin dalam.
Makin aku akan terjatuh dalam sunyinya tatapan,
Begitu tenang bagai bintang menanti kecupan selamat malam.
Kamu hanya berkedip dalam diam.
Entah mengapa aku yang gaduh, mendengar gemuruh di kepalaku dan hatiku terpaku,
bertanya-tanya tentang siapa kamu.


Surakarta, 01 november 2014
  Yang Terdiam di Hadapanku,